MAKALAH
(Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional)
Oleh : Andriansyah
Eko Perahmono
Fajriyanto
Fathorohman
Dosen
: Misbahul Ali, MEI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
SUKOREJO – SITUBONDO
2016-2017
______________________________________________________________________
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perbankan sebagai suatu
lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, sejak 1992 indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan
syariah dan konvensional, perkembangan perbankan syariah di Indonesia agak
terlambat di banding dengan negara-negara muslim lainnya.[1]
Belakangan ini
Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang mengembangkan ekonomi syariah.
Indonesia memiliki dua faktor utama penggerak ekonomi syariah. Pertama,
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, meskipun ekonomi syariah tidak di
khususkan bagi umat muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan
syariah. Kedua, terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi
menghasilkan masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini di dominasi
oleh umat muslim yang kreatif yang menjadikan bisnis dan keuangan syariah.[2]
Tentu ini menarik untuk
dikaji bagaimana sistem kedua perbankan baik konvensional maupun syariah dan
apa saja perbedaan dari kedua sistem perbankan tersebut maka dari itu di makalah
sederhana ini kami akan sedikit membahas mengenai apa saja perbedaan mendasar
dari perbankan syariah dengan
perbankan konvensional.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam
karya ilmiah sederhana ini adalah :
1. Apa
pengertian Perbankan ?
2. Apa
saja sistem perbankan di Indonesia?
3.
Apa saja perbedaan perbankan syariah dan
konvensional?
C.
Tujuan
Penulisan
Dengan melihat rumusan
masalah, maka tujuan penulisan makalah ini :
1. Untuk
mengetahui pengertian perbankan.
2. Untuk
mengetahui macam-macam perbankan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perbedaan perbankan syariah
dan konvensional.
[1]
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis
Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 25.
[2]
https://karimconsulting.com/ekonomi-syariah-peluang-dan-tantangan-pengembangannya/
di akses pada 13 Oktober 2016, jam 11:12.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perbankan
Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, di indonesia ada 2 macam
bank yaitu :
1. Bank
Konvensional
Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan
mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu
dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya
ditetapkan per tahun.[3]
2.
Bank Syariah
Dalam undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan
Syariah mengemukakan pengertian bank syariah, bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya dengan di dasarkan pada prinsip syariah dan
menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit
Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah).[4]
Sistem perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 hingga saat
ini masih menganut dual banking system dimana Bank Konvensional atau biasa
disebut dengan Bank Umum dan Bank Syariah atau Bank Islam bisa berdampingan
dalam menjalankan operasi usahanya.[5]
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, bank umum diperbolehkan
beroperasi secara konvensional dan syariah sekaligus, sepanjang penataan dan
pengelolaannya dilakukan secara terpisah.[6]
Dengan kata lain Bank Konvensional diperbolehkan untuk membuka kantor cabang
yang khusus melakukan kegiatan usaha syariah dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip syariah.
Dari
pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank Konvensional adalah
lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam menghimpun dan menyalurkan
dana dengan menggunakan cara dan proses yang konvensional seperti pemberian dan
pengenaan imbalan berupa bunga. Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga
keuangan yang menjalankan unit usaha menghimpun dan menyalurkan dana dengan
cara dan proses yang berdasarkan nilai islam (syariah). Dengan kata lain bank
syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang tidak mengandung bunga (riba),
serta unsur-unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam operasionalnya.
B. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Dalam
beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal,
Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan
mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional,
akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa,
usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.
Secara
khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat dilihat dari beberapa
segi, yaitu :
1.
Akad dan Aspek Legalitas[7]
Akad
yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam Bank
Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus dilindungi dan dijamin
dalam wadah undang-undang perbankan syariah, diantaranya :
a.
Asas Ridha’iyyah ( rela sama rela )
b.
Asas manfaat
c.
Asas keadilan
d.
Asas saling menguntungkan
Selain
asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam
suatu akad yaitu :
a.
Akad yang dilakukan pihak (nasabah dan
bank) bersifat mengikat (Mulzim).
b.
Para pihak yang melakukan akad harus
mempunyai itikad baik (husnuniyah).
c.
Memperhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi
yang berlaku dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan Konsep
Hukum Perikatan Islam.
Para
pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam
akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan
ketentuan umum yang berlaku.
2.
Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda
dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan
atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak
menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara
dan hukum materi syariah.
Lembaga
yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia
dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). BASYARNAS
adalah lembaga yang menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai
dengan tata cara hukum syariah. BASYARNAS didirikan bersama oleh Kejaksaan
Agung Republik Indonesia dan majelis Ulama Indonesia pada saat didirikan
bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).[8]
3.
Struktur Organisasi
Bank
syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank konvensional, mislanya
dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank
syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah
yang bertugas mengawasi operaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan
garis-garis syariah.
Dewan
Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada
setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang
diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota
Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para
anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah
Nasional.[9]
a.
Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan
Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’,
serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas
MUI dalam memajukan ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan
dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah
mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam
(Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi
di lembaga keuangan syariah.[10]
b.
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Sebagai
wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan dibentuklah Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional
bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di
fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi
saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang
syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator
antara LKS dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk
dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara organisasi
bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya kepada masyarakat, dan
secara moral kepada Allah SWT.
4.
Bisnis dan Usaha yang di biayai
Dalam
bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang
terkandung di dalamnya hal-hal yang di haramkan, dengan demikian, terdapat
batasan-batasan yang membatasi proyek atau obyek pembiayaan yang dapat di danai
melalui dana bank syariah.
Selain
itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan. Jadi antara
bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata sama rasa.
5. Lingkungan
dan Budaya kerja.
Sebuah bank syariah
selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal ini
menyangkut etika kerja yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW dalam
berperilaku seperti Shiddiq, Amanah, al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh
yang kemudian di aplikasikan dalam nilai-nilai syariah.
Selain
itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan
bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar
Islam. Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar.
Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi
Muhammad SAW, mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.[11]
6. Paradigma
Penghimpunan Dana.
Dalam
penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah
memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :
a. Tujuan
masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum Konvensional dimaksdukan untuk
menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan hal-hal yang tidak di
harapkan disamping menharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut.
b. Tujuan
masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan
dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita
kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian.
7. Kegiatan
Operasional dan Pengelolaan Resiko
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa
transaksi yang perlu dijadikan dalam dasar dalam perbankan syariah adalah
prinsip bagi hasil dan rugi (Profit and
loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga
bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan
perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial.
8. Karakteristik[12]
Dalam menjalankan aktivitasnya bank
syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Prinsip
Keadilan
Dengan sistem operasional yang
berdasarkan “profit and loss sharing
system”, bank syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem
konvensional. Bank konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan
bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila
terjadi kerugian pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita
menjadi hak milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha
atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya apakah untung atau rugi,
sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan bersama.
b. Prinsip
Kesederajatan
Bank syariah menempatkan nasabah
penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan
sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan
yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun
Bank.
c. Prinsip
ketentraman
Menurut
falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia patut
dikerjakan untuk mendapatkan falah
(ketentraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan).
C. Perbandingan Antara Bank Syariah
dan Bank Konvensional
Perbandingan Antara
Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan dalam tabel berikut.
KETERANGAN
|
BANK SYARIAH
|
BANK
KONVENSIONAL
|
Falsafah
|
Tidak berdasarkan:
1. Bunga
2. Spekulasi
3. Ketidakjelasan
|
Berdasarkan Bunga
|
Operasional
|
Dana diakui sebagai :
1. Titipan
2. Investasi
Penyaluran untuk usaha yang halal
dan menguntungkan
|
Dana diakui sebagai :
Simpanan
harus dibayar bunga
penyaluran untuk sektor yang
menguntungkan
|
Akad dan Aspek legalitas
|
Hukum Islam dan Hukum Positif
|
Hukum Positif
|
Lembaga Penyelesaian Sengketa
|
1. Pengadilan
2. BASYARNAS
|
1. Pengadilan
2. BANI
|
Struktur Organisasi
|
Dewan Komisaris, Dewan Syariah
Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
|
Dewan Komisaris
|
Hubungan Nasabah
|
Kemitraan
|
Debitor dan kreditor
|
Tujuan
|
Profit
dan Falah oriented
|
Profit
oriented
|
Prinsip Operasional
|
Bagi Hasil, Jual beli, Sewa
|
Perangkat Bunga
|
[3]
Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153.
[4] www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank-syariah.html,
di akses pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08.
[5]
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), 2.
[6] Adrian
Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2009), 41.
[7]
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam
Perbankan dan Peransuransian Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006), 100.
[8]
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan
Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 44.
[9]
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah
dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 30-31.
[10]
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan
Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 42-43.
[11]
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah
dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 34.
[12]
Muhammad, Bank Syariah Problem dan
Prospek perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 78.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sejak 1992 bank di
indonesia sudah menggunakan dual bank
system, yaitu perbankan syariah atau biasa disebut Bank Islam dan Bank
Konvensional atau juga sering disebut Bank Umum.
Keduanya
memiliki kesamaan terutama dalam sisi teknis
penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan
keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di
antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek
Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang
dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.
B.
SARAN
Saran
kami juga harapan kami bagaimana perbankan syariah di Indonesia selalu di
dukung oleh pemerintah baik dalam hal pengembangan produk-produk maupun juga dari kebijakan-kebijakan
pemerintah. juga bagaiamana Sumber daya manusia terutama dalam bidang Ekonomi
Syariah terus berkembang memantapkan bagaimana prospek kedepannya.
Bank
syariah juga harus selalu mempromosikan dan memberi pemahaman terhadap
masyarakat agar beralih kepada Bank syariah, juga memperbanyak atau
mengembangkan produk-produknya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Santoso, Totok Budi dan Triandru Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta:
Salemba Empat, 2006.
Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Sutedi Adrian, Perbankan Syariah, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2009.
Dewi Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006.
Soemitra Andri, Bank
dan Lembaga keuangan Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2009.
Antonio Muhammad Syafii, Bank Syariah dari teori ke praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Muhammad, Bank
Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2005.
Karim Adiwarman
A. , Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.
INTERNET