Senin, 02 Januari 2017

MAKALAH (Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional)






MAKALAH
 (Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional)

















Oleh   : Andriansyah
Eko Perahmono
Fajriyanto
Fathorohman

                                             Dosen : Misbahul Ali, MEI



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
SUKOREJO – SITUBONDO
2016-2017
______________________________________________________________________

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, sejak 1992 indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan syariah dan konvensional, perkembangan perbankan syariah di Indonesia agak terlambat di banding dengan negara-negara muslim lainnya.[1]
Belakangan ini Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang mengembangkan ekonomi syariah. Indonesia memiliki dua faktor utama penggerak ekonomi syariah. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, meskipun ekonomi syariah tidak di khususkan bagi umat muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan syariah. Kedua, terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi menghasilkan masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini di dominasi oleh umat muslim yang kreatif yang menjadikan bisnis dan keuangan syariah.[2]
Tentu ini menarik untuk dikaji bagaimana sistem kedua perbankan baik konvensional maupun syariah dan apa saja perbedaan dari kedua sistem perbankan tersebut maka dari itu di makalah sederhana ini kami akan sedikit membahas mengenai apa saja perbedaan mendasar dari  perbankan syariah dengan perbankan  konvensional.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam karya ilmiah sederhana ini adalah :
1.      Apa pengertian Perbankan ?
2.      Apa saja sistem perbankan di Indonesia?
3.      Apa saja perbedaan perbankan syariah dan konvensional?

C.    Tujuan Penulisan
Dengan melihat rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini :
1.      Untuk mengetahui pengertian perbankan.
2.      Untuk mengetahui macam-macam  perbankan di Indonesia.
3.       Untuk mengetahui perbedaan perbankan syariah dan konvensional.


[1] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 25.
[2] https://karimconsulting.com/ekonomi-syariah-peluang-dan-tantangan-pengembangannya/ di akses pada 13 Oktober 2016, jam 11:12.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Perbankan
Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, di indonesia ada 2 macam bank yaitu :
1.      Bank Konvensional
Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.[3]
2.         Bank Syariah
Dalam undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan Syariah mengemukakan pengertian bank syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan di dasarkan pada prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah).[4]
Sistem perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 hingga saat ini masih menganut dual banking system dimana Bank Konvensional atau biasa disebut dengan Bank Umum dan Bank Syariah atau Bank Islam bisa berdampingan dalam menjalankan operasi usahanya.[5] berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, bank umum diperbolehkan beroperasi secara konvensional dan syariah sekaligus, sepanjang penataan dan pengelolaannya dilakukan secara terpisah.[6] Dengan kata lain Bank Konvensional diperbolehkan untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha syariah dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah.
Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank Konvensional adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam menghimpun dan menyalurkan dana dengan menggunakan cara dan proses yang konvensional seperti pemberian dan pengenaan imbalan berupa bunga. Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang menjalankan unit usaha menghimpun dan menyalurkan dana dengan cara dan proses yang berdasarkan nilai islam (syariah). Dengan kata lain bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang tidak mengandung bunga (riba), serta unsur-unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam operasionalnya.
B.     Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.
Secara khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :

1.    Akad dan Aspek Legalitas[7]
Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam Bank Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus dilindungi dan dijamin dalam wadah undang-undang perbankan syariah, diantaranya :
a.       Asas Ridha’iyyah ( rela sama rela )
b.      Asas manfaat
c.       Asas keadilan
d.      Asas saling menguntungkan
Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam suatu akad yaitu :
a.       Akad yang dilakukan pihak (nasabah dan bank) bersifat mengikat (Mulzim).
b.      Para pihak yang melakukan akad harus mempunyai itikad baik (husnuniyah).
c.       Memperhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan Konsep Hukum Perikatan Islam.
Para pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan ketentuan umum yang berlaku.

 
2.    Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). BASYARNAS adalah lembaga yang menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum syariah. BASYARNAS didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan majelis Ulama Indonesia pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).[8]
3.    Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank konvensional, mislanya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.[9]
a.       Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’, serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah.[10]
b.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara organisasi bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya kepada masyarakat, dan secara moral kepada Allah SWT.
4.   Bisnis dan Usaha yang di biayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang di haramkan, dengan demikian, terdapat batasan-batasan yang membatasi proyek atau obyek pembiayaan yang dapat di danai melalui dana bank syariah.
Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan. Jadi antara bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata sama rasa.
5.   Lingkungan dan Budaya kerja.
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah, al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh yang kemudian di aplikasikan dalam nilai-nilai syariah.
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi Muhammad SAW, mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.[11]
6.   Paradigma Penghimpunan Dana.
            Dalam penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :
a.       Tujuan masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum Konvensional dimaksdukan untuk menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan hal-hal yang tidak di harapkan disamping menharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut.
b.      Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian.
7.   Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dalam dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (Profit and loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial.
8.   Karakteristik[12]
Dalam menjalankan aktivitasnya bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.       Prinsip Keadilan
Dengan sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing system”, bank syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem konvensional. Bank konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya apakah untung atau rugi, sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan bersama.


b.      Prinsip Kesederajatan
Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun Bank.
c.       Prinsip ketentraman
Menurut falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia patut dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan).
C.       Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
  Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan dalam tabel berikut.
KETERANGAN
BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
Falsafah
Tidak berdasarkan:
1.      Bunga
2.      Spekulasi
3.      Ketidakjelasan
Berdasarkan Bunga
Operasional
Dana diakui sebagai :
1.      Titipan
2.      Investasi

Penyaluran untuk usaha yang halal dan menguntungkan
Dana diakui sebagai :
Simpanan
harus dibayar bunga

penyaluran untuk sektor yang menguntungkan
Akad dan Aspek legalitas
Hukum Islam dan Hukum Positif
Hukum Positif
Lembaga Penyelesaian Sengketa
1.      Pengadilan
2.      BASYARNAS
1.      Pengadilan
2.      BANI
Struktur Organisasi
Dewan Komisaris, Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dewan Komisaris
Hubungan Nasabah
Kemitraan
Debitor dan kreditor
Tujuan
Profit dan Falah oriented
Profit oriented
Prinsip Operasional
Bagi Hasil, Jual beli, Sewa
Perangkat Bunga



[3] Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153.
[5] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 2.
[6] Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 41.
[7] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 100.
[8] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 44.
[9] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 30-31.
[10] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 42-43.
[11] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 34.
[12] Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 78.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Sejak 1992 bank di indonesia sudah menggunakan dual bank system, yaitu perbankan syariah atau biasa disebut Bank Islam dan Bank Konvensional atau juga sering disebut Bank Umum.
Keduanya memiliki kesamaan  terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.

B.     SARAN
Saran kami juga harapan kami bagaimana perbankan syariah di Indonesia selalu di dukung oleh pemerintah baik dalam hal pengembangan produk-produk  maupun juga dari kebijakan-kebijakan pemerintah. juga bagaiamana Sumber daya manusia terutama dalam bidang Ekonomi Syariah terus berkembang memantapkan bagaimana prospek kedepannya.
Bank syariah juga harus selalu mempromosikan dan memberi pemahaman terhadap masyarakat agar beralih kepada Bank syariah, juga memperbanyak atau mengembangkan produk-produknya.



DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Santoso, Totok Budi dan Triandru Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2006.
Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Sutedi Adrian, Perbankan Syariah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Dewi Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Soemitra Andri, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2009.
Antonio Muhammad Syafii, Bank Syariah dari teori ke praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Karim  Adiwarman A. , Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.
INTERNET